Kamis, 10 November 2011

KORUPSI DANA PANJAR KONAWE CAPAI 10,1M KPK BERHAK AMBIL ALIH


Kasus dana panjar Kab. Konawe yang sudah dalam tahap penyidikan kejari Unaaha terbilang cukup tinggi, dengan nilai sebesar sembilan milyar dua ratus enam puluh dua juta rupiah, angka indikasi kerugian Negara tersebut cukup tinggi itu sehingga KPK memiliki kewenangan untuk dapat mengambil alih kasus tersebut jika penyidikan kejaksaan dianggap tidak signifikan.

    Penanganan kasus dugaan korupsi dan dana panjar yang hampir mencapai 10 milyar ini juga di telah ditembuskan oleh kejaksaan ke KPK dan Polri. “Kami telah menembuskan ke KPK dan Polri yang turut serta sebagai lembaga kontrol dan karna kasus ini dengan nilai kerugian yang cukup tinggi maka KPK memiliki kewenagan untuk mengambil alih kasus ini jika penyidikan kami dianggap tidak signifikan”.Ucap Nusrim. SH. yang menangani kasus tersebut.


    Pengeluaran dana panjar yang tidak dibenarkan secara hukum maupun aturan daerah yang mencatut
beberapa nama pejabat tinggi Konawe antara lain Ridman Abunawas selaku DPPKAD dan Edu selaku Bendahara Umum Keuangan Daerah Kab. Konawe dinilai dari segi hukum oleh penyidik kejari Unaaha, “ada konspirasi” dengan masing-masing peran,baik dengan pihak rekanan guna memperkaya diri sendiri atau orang lain dan berdampak akibat meyebabkan kerugian Negara sehingga, para pelaku dikenakan pasal 2 UU tindak pidana korupsi. “Mereka dikenakan pasal 2 UU korupsi” Ucapnya pada RADAR (27/10/2011). 

    Di jelaskan Nusrim, dana panjar Yasrin Nado sebesar 6 Milyar dan telah mengembalikan sebesar 1,8 Milyar, pinjaman pribadi Ridman Abunawas sebesar 997 juta dan telah mengembalikan seutuhnya 997 juta, Edu dengan pinjaman 1,6 Milyar dan belum ada pengembalian serta Ana Susanti sebesar 1,665 Milyar  dan telah mengembalikan sebesar  127 juta, namun pengembalian juga bisa menjadi salah satu bukti menunjukkan dia telah melakukan pengambilan, dan pengembalian kerugian keuangan negara tersebut tidak menghapus pidana, terkecuali nantinya hanya meringankan hukuman karena melihat dari segi adanya etikad baik atas pelaku.

    Ketika wartawan RADAR mempertanyakan apakah kasus ini ada keterkaitan dengan bupati Konawe Nusrim menjelaskan Dalam hal ini pihak kejari juga masih menelusuri apakah ada keterkaitan atau tidak, tapi faktanya dalam setiap surat perintah pencairan dana tidak ada nomor. “semua surat perintah pencairan sama tidak ada nomor register, hanya tanggal yang berbeda, jadi semua SP2D ini murni dibuat oleh orang-orang tentu di lingkup BUD kemudian ditanda tangani lansung dan setelah itu di bikinkan BG”. Ucapnya

Dalam kasus dugaan korupsi ini Yasrin Nado selaku rekanan sebagai pihak yang mengajukan dan menerima juga di kenakan UU korupsi seperti halnya dengan yang lainnya,  mereka adalah pihak ke tiga yang bekerja bersama-sama dengan pihak BUD untuk mengeluarkan,  tanpa adanya pihak rekanan tidak mungkin uang ini bisa dikeluarkan, karna tidak ada penerima, mereka ini yang mengajukan dan menerima, meskipun pak Ridman dan Edu selaku pihak yang bisa mengeluarkan tapi kalau tidak ada yang mengajukan tidak akan mungkin bisa keluar, karna pihak inilah yang mengajukan dengan menjaminkan kontrak pekerjaan makanya bisa di cairkan dan karna rekening mereka itu juga yang dipakai untuk pemindahan bukuan. Jelasan Nusrim

    Ditambahkannya, meskipun dalam hal ini yasrin nado bukan seorang pejabat penyelenggaraan negara, namun didalam UUD korupsi menegaskan bahwa ada orang yang melakukan karna jabatannya, namun ada juga orang yang tidak di tegaskan  karna jabatannya, tetapi orang itu  menjadi satu bagian dari satu jabatan tertentu dari satu pekerjaan tertentu,misalkan kontrak pekerjaan yang memiliki hubungan kerja dengan pihak pemerintah. Seperti yang dijelas  dalam pasal 2 UUD anti korupsi  yang berbunyi: setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memeperkaya diri sendiri atau orang lain,  dalam pasal tidak mensyarakat bahwa adanya jabatan  seperti yang di maksudkan dalam pasal 3 menyalalahgunakan kewenangan. Ucapnya

     Dari penyidikan, pihak kejari Unaaha meyakini perkara ini cukup bukti, tinggal akan di uji di persidangan apakah alat bukti yang  diajukan ini nanti bisa di terima hakim sebagai alat bukti masing2 dengan kewenangan.

     Menurut Nusrim, pihak kejaksaan juga menghormati  lawyer yang juga punya kewengan untuk membela kliennya, Namun pihak kejaksaan juga punya kewenangan untuk membuktikan bahwa dakwaannya benar dan hakimlah yang jadi penilai nantinya. “Dari pihak kami tidak mungkin menetapkan tersangka ketika kami tidak meyakini bahwa yang bersangkutan itu akan bersalah nanti pada saat putusan”. Ucap penyidik kejaksaan yang belum cukup setahun bertugas di kantor kejari Unaaha tersebut.
Untuk tindakan hukum lebih lanjut , tinggal menunggu keterangan ahli dari BPK dan data riil dari Inspektorat tentang berapa kerugian negara dari masing-masing tersangka.Pungkasnya (01-RED) 

Sabtu, 22 Oktober 2011

Terjepit biaya melahirkan


Wanita Hamil 9 Bulan Nekat jual Narkoba

Terhimpit ekonomi MY (35) istri seorang buruh warga Jl. Jelawat Samarinda nekat berbisnis barang haram jenis shabu namun naas menimpanya ketika mencoba transaksi MY keburu tertangkap aparat TNI Resor Militer (Korem) 091 Aji Suryanata didepan rumahnya.
foto ist wanita hamil/int

    MY kemudian di serahkan ke Mapolresta Samarinda Tengah beserta barang bukti berupa Narkoba jenis sabu seberat 1,17 gram yang terbagi menjadi 4 paket dan 1 buah handpone serta sejumlah uang  Rencanya sabu tersebut akan dijual denga harga 500rb per paket.
  
Didepan penyidik MY mengaku nekat jual sabu karna untuk memenuhi kebutuhan melahirkan nanti. Kasat Reserse Narkoba Polresta Samarinda AKP Agus Siswanto kepada wartawan di Mapolresta Samarinda mengatakan “berdasarkan hasil penyidikan, uang hasil penjualan sabu itu akan digunakan untuk biaya persalinan mengingat usia kandungan 9 bulan.

     Mempertanggung jawabkan perbuatannya my terpaksa mendekam di sel tahanan Mapolresta Samarinda, dijerat dengan pasal 112, pasal 114 ayat 1 UU No 35 Tahun 2009 tentang Penyalahgunaan Narkotika. Ao dan MY terancam akan melahirkan dalam penjara.( Riswan Biro Samarinda)

Berita Konawe

Konspirasi ber Aroma KKN terkuak Dilingkup     Pemda Konawe


"Akankah Kejaksaan mampu menggiring pelaku ke penjara"

Terkuaknya kasus penyimpangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD red.) kabupaten Konawe propinsi Sulawesi Tenggara Tahun anggaran 2009 atas pemberian dana panjar kepada pihak rekanan atau pihak ketiga yang telah di publikasi secara resmi oleh pihak kejaksaan tinggi Sulawesi Tenggara, yang di duga kuat telah dilakukan oleh Drs. Ridman Abunawas, M.Si. yang saat ini menjabat sebagai kepala dinas kehutanan kabupaten Konawe, Edu. S.Sos selaku Bendahara Umum Daerah saat itu, Anna Susanti dan Yasrin   Nado selaku rekanan yang terlibat, masih dalam proses penyelidikan oleh pihak kejaksaan negeri Unaaha.

     Sejak tanggal 5/9 dan sampai berita ini di turunkan, telah 11 saksi yang telah di periksa oleh pihak penyidik kejaksaan negeri Unaaha, menyoal kasus di maksud. pemeriksaan secara terpisah pun telah di lakukan pihak kejaksaan, melibatkan 9 orang saksi untuk pemeriksaan para rekanan, yakni Anna Susanti dan Yasrin Nado, sedangkan untuk pemeriksaan Ridman Abunawas, M.Si dan Edu,S.Sos melibatkan 11 saksi dalam proses penyelidikannya. Oleh pihak kejaksaan negeri Unaaha melalui kasi intel kejari Unaha LD. NUSRIM mengatakan sampai hari ini baru sebagian saja yang menghadiri undangan dari pihak kejaksaan negeri Unaaha. "Sampai sekarang semuanya masih dalam proses pemeriksaan saksi, belum ada yang lain" tuturnya. "perjalanan kasus ini masih sangat panjang" tambahnya.

     Namun penyelidikan pihak kejaksaan negeri Unaaha sudah lebih merujuk ke para tersangka. untuk para rekanan baru satu orang yang penyelidikannya sudah selesai yakni ibu Anna Susanti. "baru ibu anna yang sudah selesai prosesnya, yang dalam penyelidikan kami dana panjar yang telah diambil olehnya (Anna Susanti red.) sebanyak 1 milyar 665 juta lebih, yang dalam proses pengambilannya sebanyak 9 kali pengambilan dengan menggunakan beberapa perusahaan yang berbeda" tutur ld. Nusrim.

     Proses penyelidikan kasus dimaksud masih dalam tahap pemeriksaan saksi-saksi yang bertanggung jawab di lingkup bagian keuangan pemerintahan Kabupaten Konawe. sejak dimulainya penyelidikan tanggal 5 sampai tanggal 7 september kemarin sudah beberapa nama yang telah di periksa oleh pihak kejari Unaaha, yakni Imron (Bendahara Dinas Kesehatan), Satriani (bendahara bagian pembangunan setda konawe), Rusdin (bendahara kimpraswil Konawe), Segu (bendahara bagian umum dan protokoler), Mangu Muliadi, Tery Indriya, se, pria Herna adi, se. ak, mak, bahkan kepala keuangan yang baru saja menjabat H. Masri pun turut dimintai keterangan menyoal penyimpangan dana panjar dimaksud. namun sampai hari ini tidak ada satu pun saksi yang telah di mintai keterangan oleh pihak kejaksaan negeri unaaha, berani buka mulut untuk mengklarifikasi hal tersebut kepada publik.

     Kasus dana panjar ini mulai terkuak, saat tim Bawasda Kabupaten Konawe mengetahui kalau ke 4 para tersangka yang telah di vonis oleh pihak kejaksaan tinggi Sulawesi Tenggara telah mengambil dana panjar APBD tanpa melalui mekanisme yang benar, yang mengakibatkan keuangan Daerah Kabupaten Konawe menjadi Collaps. hal ini di tegaskan oleh pihak kejaksaan negeri unaaha melalui kasi intel kejari Unaaha, bahwa praktek pengambilan dana panjar tanpa melalui mekanisme tersebut telah ada sejak tahun 2004 lalu, namun nanti tahun ini tercium.

     Kebobrokan mekanisme keuangan di kabupaten Konawe, yang terpelihara secara rapi sudah mulai tercium aromanya, namun proses yang akan di jalani untuk memperlihatkan rupa seutuhnya, membutuhkan kerja keras serta eksistensi oleh aparat hukum dalam menangani.

     Dan publik masih meragukan kemampuan kejaksaan serta menjadi tanda tanya “akankah penegak hukum mampu menggiring pelaku ke penjara”, contohnya kasus yang pernah terkuak melalui pihak kepolisian Sulawesi Tenggara, yang di tegaskan oleh dir. reskrim Polda Sultra dalam kutipan salah satu koran terbesar di Sulawesi Tenggara, bahwa akan ada bupati yang masih menjabat akan dijadikan tersangka menyangkut kasus korupsi SPPD fiktif, namun dalam proses identifikasinya justru tidak sesuai dengan statement sebelumnya. hal tersebut pula yang mengubah pencitraan publik tentang eksistensi aparat penegak hukum di Sulawesi Tenggara yang terkesan mandul.(TIM)